Rabu, 10 Juni 2009

PERKEMBANGAN MEDIA MASSA CETAK (KORAN)

Ide surat kabar sendiri sudah setua zaman Romawi kuno dimana setiap harinya, kejadian sehari-hari diterbitkan dalam bentuk gulungan yang disebut dengan “Acra Diurna”, yang terjemahan bebesnya adalah “Kegiatan hari”. Kemudian Setelah Gutenberg menemukan mesin cetak di abad kelimabelas, maka buku-buku pun mulai diterbitkan di Perancis dan Inggris, begitu pula halnya dengan surat kabar.
Surat kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat, dengan nama “Public Occurrenses Both Foreign and Domestick” di tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris. Akan tetapi baru saja terbit sekali, sudah dibredel. Bukan karena beritanya menentang pemerintah, tetapi Cuma gara-gara dia tidak mempunyai izin terbit. Pihak kerajaan Inggris membuat peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini didukung oleh pemerintah kolonial dan para pejabat agama. Mereka takut mesin-mesin cetak tersebut akan menyebarkan berita-berita yang dapat menggeser kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu dikontrol ketat.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan setelah negara Amerika Serikat berdiri. Saat itu, surat kabar itupun tidak sama seperti surat kabar yang kita miliki sekarang. Saat itu surat kabar dikelola dalam abad kegelapan dalam jurnalisme. Sebab surat kabar telah jatuh ke tangan partai politik yang saling bertentangan. Tidak ada usaha sedikitpun untuk membuat berita secara objektif., kecuali untuk menjatuhkan terhadap satu sama lainnya. Washington dan Jefferson dituduh sebagai penjahat terbesar oleh koran-koran dari lawan partainya.
Apapun situasinya, rakyat hanya menginginkan Amandemen dalam konstitusi yang akan menjamin hak koran-koran ini untuk mengungkapkan kebohongan yang terburuk sekalipun tanpa takut dibrendel oleh pemerintah. Presiden John Adams membreidel koran ”The New Republik”. Akibatnya partai Federal pecah dan sebaliknya menguatkan posisi Jefferson. Aksi breidel-membreidel ini sampai membuat keheranan seorang menteri bangsa Prusia yang berkunjung ke Kantor Jefferson. Secara kebetulan, ia membaca koran dari partai Federalis yang isinya meyerang Jefferson habis-habisan.
Kritik-kritik keras tidak hanya menyerang Washington, Jefferson, John Adams ataupun James Medison, pokoknya semua kena. Dan selama koran tetap dikuasai oleh para anggota partai politik saja, maka tidak banyak yang bisa diharapkan.
Kemudian kecerahan tampaknya mulai menjelang dunia persurat kabaran. James Gordon Bennet, seorang berkebangsaan Skotlandia melakukan revolusinisasi terhadap bisnis surat kabar pada 1835. Setelah bekerja di beberapa surat kabar dari Boston sampai Savannah akhirnya dia pun mendirikan surat kabar sendiri. Namanya ”New York Herald” dengan modal pinjaman sebesar 500 dollar. Percetakannya dikerjakan di ruang bawah tanah di Wall Street dengan mesin cetak yang sudah tuam dan semua pekerjaan reportase dilakukannya sendiri.
”The Herald” dan Bennet memperlihatkan kepada Amerika dan dunia tentang bagaimana cara mendapatkan berita. Tidak lama kemudian Bennet pun berhasil meraih kesuksesan dan membangun kantor beritanya sama seperti kantor-kantor perusahaan surat kabar yang banyak kita jumpai sekarang. Dia juga sudah menempatkan koresponden-korespondennya di luar negeri di mana beritanya dikirim dengan usaha paket milik Bennet sendiri, dari pelabuhan New York ke kantornya di kota. Dia juga yang pertama-tama mendirikan biro di Washington, dan memanfaatkan jasa telegraf yang baru saja ditemukan.
Sejak itulah berita sudah mulai dipilah-pilahkan menurut tingkat kepentingannya, tapi tidak berdasarkan kepentingan politik. Bennet menempatkan politik di halaman editorial. Isi korannya yang meliputi soal bisnis, pengadilan, dan kehidupan sosial masyarakat New York memang tidak bisa dijamin keobyektifatnya, tetapi setidaknya sudah jauh berubah lebih baik dibandingkan koran-koran sebelumnya.
Enam tahun setelah ”Herald” beredar, saingannya mulai muncul. Horace Greely mengeluarkan koran “The New York Tribune”. Tribune pun dibaca di seluruh Amerika. Pembacanya yang dominan adalah petani, yang tidak peduli apakah mereka baru sempat membaca korannya setelah berminggu-minggu kemudian. Bagi orang awam, koran ini dianggap membawa perbaikan bagi negara yang saat itu kurang terkontrol dan penuh bisnis yang tidak teratur.
Koran besar yang ketiga pun muncul di New York di tahun 1851, ketika Henry J. Raymond mendirikan koran dengan nama “The New York Times”, atas bantuan mitra usahanya, George Jones. Raymond-lah yang mempunyai gagasan untuk menerbitkan koran yang non partisan kepada pemerintah maupun perusahaan bisnis. Beruntung, saat itu Presiden Lincoln tidak pernah melakukan pembreidelan terhadap koran-koran yang menyerangnya.
Setelah serentetan perang saudara di Amerika usai, bisnis persuratkabaran pun berkembang luar biasa. Koran-koran pun mulai muncul di bagian negara-negara selain New York dan Chicago. Di selatan, Henry W. Grady dengan koran “Konstitusi Atlanta”. Lalu, muncul koran “Daily News” dan “Kansas City Star” yang mempunyai konsep pelayanan masyarakat sebagai fungsi dari sebuah sebuah surat koran. Bahkan pemilik Star, Rockhill Nelson bersumpah untuk mengangkat kota Kansas dari “kubangan lumpur” dan berhasil. Di barat, Jurnalisme Flamboyan diwakili oleh “Denver Post” dan koran-koran San Fransisco.
Di New York, surat kabar dianggap sebuah bisnis yang bakal menjanjikan. Charles Dana membeli surat kabar ”Sun” dan menyempurnakannya. Editornya, John Bogart punya cerita sendiri tentang berita. Menurutnya ”kalau anjing menggigit manusai, itu bukan berita. Tapi kalau manusia menggigit anjing, itu baru namanya berita”.
James Gordon Bennet Junior (anak Bennet) dan Joseph Pulitzer merupakan rival-rival utama Dana. Bennet Jr. Memperlihatkan cara membuat berita yang baik. Prestasinya yang paling terkenal adalah ketika dia mengirimkan Henry Stanley, seorang wartawan London, untuk mencari David Livingstone, seorang misionaris yang hilang di hutan.
Sedangkan Pulitzer mempunyai koran yang bernama ”New York World” dan terkenal sejak jaman perang saudara sampai akhir abad itu. Pulitzer melakukan taktik yang lebih baik dibanding para pendahulunya. Editorialnya yang bersifat perjuangan ke arah perbaikan dan liberal, liputan beritanya yang serba menarik, dan taktik diversifikasinya mengundang decak kagum seperti yang pernah dilakukan oleh Herald. Pulitzer adalah yang pertama kali menerbitkan koran mingguan, di mana isinya ditulis oleh para penulis terbaik yang pernah ada.
Pada tahun 1892 supremasi Pulitzer ditantang oleh William Randolp Hearst lewat koran ”World”. Dalam hal inovasi dan keberanian, ”World”-nya Hearst lebih dari ”World”-nya Pulitzer. Bukan itu saja, koran Hearst isi beritanya jauh lebih flamboyan daripada koran Pulitzer. Hearst banyak mempekerjakan orang-orang terbaiknya Pulitzer. Dia mempekerjakan Richard Outcault, kartunis Pulitzer dan mendorongnya untuk menciptakan sebuah featuer bernama ”The Yellow Kid”, yang menandai lahirnya cergam komik di Amerika.
Pada masa perang antara Amerika dan Spanyol, kedua koran ini berteriak paling keras mendukung Amerika Serikat untuk terjun perang, memimpin suara rakyat dengan padan suara jurnalisme dalam skala nasional, dan memojokkan ke dalam konflik yang tidak terhindarkan. Selanjutnya di perang Amerika-Kuba, keduanya mengalihkan kompetisinya dalam usaha meliput perang.
Setelah Pulitzer meninggal, ”New York World” malah menjadi yang terbesar di dunia. Orang menyebut Pulitzer sebagai ”wartawannya surat kabar”. Sebaliknya, Hearst bersama koran-koran lainnya terpukul keras ketika depresi besar terjadi. Tetapi usaha majalahnya yang paling terkemuka, yakni ”Good Housekeeping” dan ”cosmopolitan” tetap terus berkembang pesat.
Dalam perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai alat propaganda politik, lalu menjadi perusahaan perorangan yang disertai keterkenalan dan kebesaran nama penerbitnya, dan sekarang menjadi bisnis yang tidak segemerlap dulu lagi, bahkan dengan nama penerbit yang semakin tidak dikenal.
Perubahan ini memberikan dampak baru. Ketika iklan mulai menggantikan sirkulasi (penjualan langsung) sebagai sumber dana utama bagi sebuah surat kabar, maka minat para penerbit jadi lebih identik dengan minat para masyarakat bisnis. Ambisi persaingan untuk mendapatkan berita paling aeal tidaklah sebesar ketika peloporan. Walaupun begitu, perang sirkulasi masih terjadi pada tahun 1920-an, tetapi tujuan jangka panjang mereka adalah untuk mencapai perkembnagn penghasilan dari sektor iklan. Sebagai badan usaha, yang semakin banyak ditangani oleh para pengusaha, maka surat kabar semakin kehilangna pamornya seperti yang dimilikinya pada abad ke-19.
Namun, surat kabar kini mendapatkan sesuatu yang lain yang lebih penting. Surat kabar yang mapan kini tidak lagi diperalat sebagai senjata perang politik yang saling menjatuhkan ataupun bisnis yang individualis, melainkan menjadi media berita yang semakin obyektif, yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
Kenaikan koran-koran ukuran tabloid di tahun 1920-an yang dimulai oleh ”The New York Daily News”, memberikan suatu dimensi baru terhadap jurnalisme. Akhirnya memang menjadi kegembiraan besar bagi kehidupan surat kabar, terutama dalam meliput berita-berita keras. Perubahan lain yang layak mendapat perhatian adalah timbulnya sindikasi. Berkat adanya sindikat-sindikat, maka koran-koran kecil bisa memanjakan p[embacanya dengan materi editorial, informasi, dan hiburan. Sebab kalau tidak, koran-koran kecil itu tentu tidak dapat mengusahakan materi-materi tersebut, lantaran biaya untuk itu tidaklah sedikit. Sindikat adalah perusahaan yang berhubungan dengan pers yang memperjualbelikan bahan berita, tulisan atau bahan-bahan lainuntuk digunakan dalam penerbitan pers.
Tahun 1950, industri televisi mulai mengancam dominasi media cetak. Namun, sampai sekarang, koran masih bertahan. Kenyataan menunjukkan bahwa koran telah menjadi bagian dari kehidupan manusia pada umumnya. Dengan karakter khususnya ia mampu membedakan dirinya dari media lainnya seperti televisi dan radio.